Showing posts with label family. Show all posts
Showing posts with label family. Show all posts

Wednesday, June 25, 2008

Mother's day My day

My favourite day is mother day.
Last May I got these two sweet cards from Elkana and Farhan.
And a bunch of flowers! from... Amir!
I love flowers! I mean,
I love you guys...


Sunday, June 03, 2007

Foto sekeluarga di Puffing Billy




Ceritanya kami pergi ke Puffing Billy bulan Maret yang lalu. Puffing Billy adalah nama wisata kereta tua di pegunungan (sebenarnya gak tinggi-tinggi amat sih) Dandenong, masih di Victoria. Jangan salah, walaupun sudah berumur, Puffing Billy tidak karatan, bahkan kalau kata orang Betawi kinclong.


Nah layaknya turis kita berfoto-ria. Saya dan Amir bergantian mengambil foto. Kali ini Elka, Farhan dan saya berdiri didepan lokomotif Puffing Billy dan Amir sedang mengira-ngira jarak untuk mengambil foto kami. Tiba-tiba seorang nenek berkulit putih dan rambut pirang mendekat. Sambil tersenyum si nenek itu bilang: "Do you want me to take your family picture?" Wow sebuah surprise ada sukarelawan yang menawarkan diri. Surprise karena kami selama ini berfikir untuk tidak minta tolong khususnya orang bule karena kelihatannya mereka lebih suka sendiri, tidak perduli, dan tidak mau diganggu privasinya.


Pikiran itu tidak sepenuhnya benar. Bahkan saya perhatikan justru orang-orang bule itu sangat baik berkomunikasi (walau tidak mesti ramah); sering kali bilang sorry, exuse me, dan pardon me; dan memanusiakan anak kecil. Memang tidak disemua tempat seperti ini sama. (Saya kira baik di halte busway jakarta maupun di tram stop Melbourne orang sama saja sibuknya; tapi kalau di perkampungan saya kira orang Melbourne sama orang Jawa sama ramahnya...). Di stasiun Puffing Billy, saya surprise mendengar pengumuman untuk penumpang dimulai dengan "Dear ladies and gentlemen, girls and boys..." Anak-anak begitu dihargai. Sepanjang perjalanan saya lihat hampir semua orang yang menyaksikan puffing billy melintas akan melambaikan tangan, entah itu anak-anak, orang tua, bahkan sampai supir truk yang bertampang sangar. Kami yang berada di atas Puffing Billy tentunya sumringah dan bersemangat pula melambaikan tangan tak henti-hentinya. Kultur-kultur ini merupakan hal kecil, tapi ini adalah generosity yang perlu dihargai.

Saturday, March 31, 2007

Fara, the youngest member of Masduki family




















Ini foto Fara, anaknya Om Erik dan tante Dewi. Lucu ya. Fara saat ini menjadi anggota termuda keluarga Masduki. Entah kalau nanti tante Wiwik punya anak atau om/tante serta bude/pakde yang lain punya momongan lagi. Once Elkana was asked by my friend whether he wanted to have baby boy or baby girl for his brother or sister. He told my friend that it was my parents' choice! What a good and right answer Elkana...

I was very happy with her born. She will tighten their parent's love which once did not get blessing from few members of family. No body and no family is perfect. I hope later little Fara can change these people's mind on how strong and blessed her parent's marriage and how the merciful God blessed them.

Love,
your tante

ultah keluarga masduki

Sudah lama pingin investigasi ultah saudara terdekat.
soalnya terharu dan ingin berbalas kebaikan mereka karena udah
mengingatkan dan kirim ucapan ultah.
Sekalian untuk mengingatkan saya tulis aja deh ultah mereka.

Mbak Eva, 18 September 1964
Mas Apang, 23 Februari 1965
Mas Oce, 22 Juni 1966
Mas Tato, 12 Februari 1970
Myself
Erike, 2 agustus 1972
Wiwiek, 6 Juli 1977
Elina, 31 Oktober 1976
Papah, 28 Oktober 1937
Mamah, 5 Juli 1948

sekalian,
Amire, 18 Juli 1970
Elka, 22 Juli 1999
Farhan, 31 Oktober 2000

Bagaimana ultah diingat, tidak diingat, dirayakan atau tidak itu adalah kultur. Tapi jika mengingat atau mengingatkan ultah berarti instrospeksi diri, menjadi kebaikan kan?

Tuesday, March 27, 2007

Birthday

My parent's family used to celebrate birthdays, even though only by giving a congratulation statements, without parties or gifts. Until today my parents, sisters and brothers still sending me SMS reminding me my birthday.

Birthday is a day to remembering our dreams and what have we achieved. For me its simply a day to ask 'what have you been?' or sing Syair Abu Nuwas (a gay poet) especially on parts: wa 'umry nāqish fi kulli yaumy, wa zanby zāid un kaifa ihtimāly. (umurku berkurang setiap hari, sedangkan dosaku bertambah, bagaimana aku menanggungnya).

When we were in Indonesia, we never made serious parties for both Elkana and Farhan's birthdays. We used to delivered birthday cakes to our surrounding neighbours who did not know what was the cakes for. The last one I remember was Elkana's 5th birthday that we held few days before we went to Melbourne. We prepared everything except circulating invitation. On the day, we just asked Elkana and Farhan to bring their friends who used to play outside house to come inside. Then we sang, eat snacks, drink juices, and gave those children big lolly bags and pieces of birthday cake. Elkana was very happy.

However, when these boys grew up, they knew that celebrating birthdays meant getting toys and presents. For Elkana's birthday we could not say no for having a small party at home. For Farhan's 6th birthday we could manage for not having a party at our house. Instead we brought cakes and lolly bags to Farhan's class room in the morning and to Farhan's friends at the After Care program in the afternoon. When Farhan realized that he did not get any presents, he then asked (all the times) that we should celebrate his 7th birthday at home. I hope this request is only for 7 years old children.

Happy birthday...




July 22, 2006
Elkana's friends in his 7th birthday.
They played pass the puzzle game.





October 31, 2006
Loretta, the coordinator of the After Care program, helped Farhan to cut the cake. It was so yummy...




October 31, 2006
Farhan's friends were singing a birthday song for Farhan before he blew the candles.

Saturday, March 17, 2007

Elka - Farhan Kecil

Ngeliat foto elka dan farhan kecil rasanya waktu cepat sekali berlalu.
Elka dan Farhan kelihatan seperti sosok yang berbeda ketika kecil.

Di foto ini (dari kiri ke kanan) ada Galuh, Ucuy, Harun, Elka, Farhan dan Galih. Farhan agak gemuk dibanding Elka yang kurus.


Di foto ini ada Akung sedang duduk dan Ai berdiri disampingnya. Elka berdiri disamping Harun. Zahra dipangku Om Oce.

Farhan berbaju merah bersama Ucuy, Harun, Zahra, dan Galih.


Waktu berjalan cepat...

Monday, February 05, 2007

Antara Pertemanan dan Kegiatan Anak-anak

Weekend kemarin saya agak kerepotan mengatur Elka dan Farhan karena teman-teman mereka. Bukan karena teman-temannya ini berumur 5-7 tahun lebih tua dari Elka (7) dan Farhan (6), tapi karena mereka keranjingan game (xbox, PS, computer games), dan cenderung tidak mau berbagi dalam permainan. Elka dan Farhan senang sekali dengan kehadiran teman-temannya ini sepanjang hari di rumah, tapi tidak berdaya jika mereka merasa dirugikan. Selain itu Elka-Farhan cenderung mendengar teman-temannya daripada mengikuti kegiatan keluarga. Kami jadi serba salah mengatur anak-anak dan kehilangan privasi di rumah sendiri.

Masalah privasi sudah bisa tertangani dengan memberikan aturan tegas tidak boleh masuk kamar. Anak-anak juga mengerti walaupun keberisikan mereka di ruang tamu tetap terdengar sampai kamar. Sebelumnya mereka tetap bermain di kamar walaupun saya atau Amir sedang bekerja atau istirahat di kamar yang sama. Ini memang karena kami terlalu terbuka. Jadi kebijakan mengenai privasi sudah ketok palu. Kemarin pun anak-anak beserta teman-temannya mau ketika saya minta untuk main di halaman atau di taman. Walaupun cuma 1 jam, lumayan lah bisa membuat mereka olah raga dan tidak menyentuh xbox.

Kami merasa serba salah mengatur Elka dan Farhan karena selama ini saya dan Amir berusaha keras untuk membatasi permainan game, entah itu di komputer maupun di xbox. Kalaupun kami bolehkan, keduanya dalam batas waktu yang rasional dan diarahkan untuk belajar membaca atau strategi menyelesaikan masalah. Sulitnya teman-teman besar Elka dan Farhan ini mereka yang hobi game. Jadi target utama datang ke rumah adalah komputer dan xbox. Tidak mungkin bagi kami untuk membuang komputer dan xbox dari kamus anak-anak hanya karena pengaruh teman-temannya. Toh Elka dan Farhan sudah bisa belajar mencari tahu sesuatu melalui internet termasuk menulis di blog. Selain pengaruh game mania, teman-teman mereka sering memonopoli permainan dan tidak mau berbagi. Saya sering terganggu karena tangisan dan komplain Elka dan Farhan ditujukan ke saya akibat tidak dapat giliran main. Sulitnya Elka dan Farhan terkadang kurang mendukung kalau saya bersikap tegas, karena mereka khawatir tidak mendapat teman. Sampai pernah saya terpaksa membiarkan seorang anak untuk main komputer di rumah sedangkan saya, Elka dan Farhan pergi bersepeda dan belanja!

Saya baru menghayati mengapa sebagian orang tua suka membatasi pergaulan anak-anaknya, dengan cara yang langsung atau tidak langsung. Mungkin cara tidak langsung lebih nyaman dan bisa tetap menjaga hubungan baik berteman. Caranya ya dengan memberikan anak berbagai macam kesibukan. Jadi sosialisasi dengan teman-teman yang kurang sejalan dengan kegiatan mereka, akan berkurang dengan sendirinya.

Untuk ke depan, saya akan mencoba kedisiplinan waktu dan ketegasan, tapi diimbangi dengan dua hal: pemberian poin bintang sebagai hadiah dan memberikan lebih banyak kegiatan ketika weekend. Mengenai disiplin dan ketegasan, pasti akan ada kesan mama cerewet, mengatur-atur terus, atau ini gak boleh itu gak boleh. Saya memang khawatir kesan itu muncul sehingga mereka tidak mau menganggap saya sebagai teman. Jadi saya imbangi dengan lebih generous memberi poin bintang. Dan tentu saja memberi kegiatan reguler buat anak-anak, seperti ngaji Iqra, berenang, main bulu tangkis, dan belanja. Bisa saja dalam beberapa kegiatan teman-teman mereka ikut serta. Tapi jelas kami yang leading, bukan anak-anak. Hmm coba ah saya diskusiin dengan Elka dan Farhan...

Setelah saya pikir, rupanya memang mau gak mau orang tua harus memberikan perhatian dan waktu untuk anak-anak, kalau mau anaknya menjadi sesuai dengan keinginan....

Sunday, February 04, 2007

Trading Stars

Two weeks ago Amir and I bought a quite expensive lego for Elka and Farhan. We could not avoid that because we promise that they could have presents they like if they get 50 stars. Each of them got 50 stars after collecting them around a month and a half from activities such as having shower, packing up rooms, no playing xbox, reading iqra books, and finishing their dinner or lunch.

Our effort to save money by preventing their wishes to buy toys all the time is fail. Because this way only accummulates their dreams to have toys. And this way could not eliminate their requests to have treats such as ice creams, fried chickens, burgers, and other junk food.

We have a new strategy namely trading stars. This time they can loose their stars and trade them with toys or junk food they like. One star equivalent to $1. I am happy that both Elka and Farhan agree with this new plan. They said its fair.

Yesterday both Elka and Farhan lose several stars they had for having fried chicken and pasta from their favourite restaurants. I hope this plan will run well.

Saturday, February 03, 2007

Happy and Messy


I keep myself from packing up my children toys all the time and from forbidding them to play and make a mess. Of course many times our living rooms and bed rooms are very messy. Parents may choose of being tidy at the same time keeping children happy. But its difficult. Parents may tend to the right or the left. Amir and I tend to be the left ones. We thought, being creative is difficult without messy. Fortunately when my children are in a good mood they pack up the mess themselves.
Another mess in our house is a wall that Amir and I dedicate for showing our children works. It looks messy isnt it? Thats OK for us. As long as Elka and Farhan are happy and they understand that we do appreciate their creative works.

Saturday, January 20, 2007

Membagi Waktu

Rupanya sulit sekali. Tidak semudah membaca teori tentang membagi waktu. Karena waktu itu abstrak. Dan sesuatu yang diberikan waktu itu juga relatif. Mungkin itu yang membuatnya sulit. Istilah yang sering dipakai adalah juggling between, works, study, and family. Seperti badut yang memainkan bola di udara, dan berupaya menjaga keseimbangan supaya bola-bola itu tertangani semua, tidak ada yang jatuh dan menjadi korban.

Kesadaran akan "juggling" di atas malah menambah kesulitan. Tarik-menarik justru lebih kuat karena ada kesadaran penuh tentang prioritas: mementingkan studi pribadi atau memprioritaskan pendidikan anak-anak, atau prioritas bekerja supaya dapat mendatangkan capital untuk memberi pendidikan yang lebih baik kepada anak. Sulit. Misalnya, ketika mood menulis sedang bagus dan ingin kerja di kampus sampai larut malam, tapi hati tak tega rasanya. Panggilan telepon dari anak-anak yang sesekali menyapa dan menanyakan kapan pulang, membuat pikiran sudah melayang ke rumah. Apalagi mengingat kalau pulang larut, anak-anak suka tidur di ruang tamu, karena menunggu ibunya pulang. Berat rasanya kalau sedang dikejar deadline pekerjaan atau studi, tapi pada saat yang sama harus mengajarkan ngaji atau berkomunikasi dengan anak-anak dan suami.

Bisa saja kita berdalih, ah biar sekali-kali kan tak apa. Sekali-kali biar suami yang njemput anak-anak, sekali-kali anak-anak dibiarkan bermain xbox sepanjang hari, dan sesekali anak-anak makan junkfood. Tapi justru ini yang berbahaya. Karena virus 'sekali-kali' ini kalau sudah masuk ke software kita, pasti akan merusak semua program. Dan kita tidak sadar kalau sebenarnya kita sudah jauh meninggalkan kesadaran akan juggling di atas.

Mungkin yang lebih merasakan kesulitan ini adalah ibu. Karena peran domestik ibu biasanya lebih dominan dibandingkan ayah apalagi dalam kultur patriarki yang kental. Enaknya hidup di Australia atau negara Barat lainnya adalah bias gender dan kultur patriarki tidak terlalu kuat. Tidak ada tetangga yang membicarakan jika yang menjemur pakaian adalah suami, bukan istri; tidak ada oang tua yang terganggu jika anak laki-lakinya masak untuk istri dan anak; tidak ada yang mencemooh jika suami menganggur atau penghasilannya lebih rendah dari istri. Mungkin saja di Indonesia sebenarnya cukup enak bagi perempuan karir karena banyak asisten yang bisa membantu sehingga waktu untuk keluarga dan kerja atau studi bisa maksimal. Ada nenek dan kakek yang bisa membantu menjaga cucu; ada babby sitter, ada pembantu rumah tangga, ada adik dan kakak yang bisa diminta tolong. Tapi tentu saja, nantinya akan timbal balik dimana waktu yang untuk anak-anak dan suami juga terkurangi oleh waktu untuk keluarga besar.

Kembali ke prioritas, apa pun prioritas yang dipilih itu pasti ada resikonya. Walau kita berupaya adil terhadap pekerjaan, studi dan keluarga, tentu tidak bisa adil sepenuhnya. Tetap saja tetap ada satu hal yang sering kita prioritaskan lebih dari yang lain. Ini seperti keadilan semu poligami, yang tentu saja tidak bisa sepenuhnya adil. Prioritas ini adalah pilihan, yang kadang kita tidak sadar ketika memilihnya atau meninggalkan prioritas yang lain. Kalau pilihan sadar sih tidak mengapa, karena nanti tidak perlu kaget dengan hasil dan resikonya, apalagi resiko yang negatif.

Jadi bagaimana sebaiknya membagi waktu? Satu hal yang sering kita dengar tentu kedisiplinan. Mungkin tepatnya disiplin yang berhati". Artinya, disiplin itu penting, tapi jangan terlalu ketat. Kalau terlaku ketat, terkadang menghilangkan substansi. Seperti waktu untuk belajar tidak perlu dipaksakan kalau pikiran sedang tidak ke studi tapi ke masalah anak. Mungkin terlihat agak aneh dengan "disiplin yang berhati" ini. Karena dalam kata lain berarti menjalankan disiplin yang tidak terlalu disiplin. hehe. Tapi ini hanya satu dari banyak cara untuk membagi waktu. Tiap orang pasti punya trik dan cara masing-masing dalam membagi waktu ini --kalau yang sadar. Kalau enggak, al-waqt ka al-saif. Waktu itu seperti mata pedang. Kalau kita tidak bisa mengendalikannya, kita akan tertebas oleh mata pedang itu.

Mungkin yang tepat itu bukan membagi waktu, tapi mengendalikan waktu...

Friday, December 15, 2006

Cycling on Smoky Melbourne

.

Yes, it was a terrible beginning of summer because of bushfires in the countries of Victoria. Even though Melbourne city was smoky and hot, we still did exercise by cycling around Moreland. This time Elkana and Farhan's friend, Rifqy, joined us. He was so exited even though he must sit on the back of Amir's bycycle.

It was so fun!




Sunday, December 10, 2006

A Letter to Dad

Saturday, November 25, 2006

a bad mum with good boys

They are amazing.

Last night I felt guilty. I worked the whole day until midnight and then discovered that my children and husband did not touch the dinner I prepared. I am sure they ate junkfood and fruits there in the fridge.

This morning I made fried rice, bbq chiken and lalap. I was happy to bring these food to elka and farhan's mouths while they were playing xbox, though I was not so happy with this 'preservation' of lazy tradition.

After breakfast I continued working with my notebook until I noticed that elka and farhan were packing up their toys, facuum cleaning, cleaning their bedroom, washing dishes, and mopping kicthen floor! My godness!

From my room I can hear they are writing because I heard elkana and Farhan asked my husband manytimes how to write few words!
Oh, what a good boys!
This is the best saturday I have, without 'marah-marah', without asking 'please'.

Uuuups, Elkana just came and give me a peace of paper which he called 'menu' and asked me to order! What a surprise!

Many times I felt I was a bad mum and wife. I did not take care much of my children and my husband. Of course I did many things, from helping them reading, accompanying them praying, playing connect four and other toys, cooking, bring and get them from school, bring them to swimming pool, baking cake. ect... Many times I was in an intersection whetwer I should coninue writing or should stop to prepare lunch boxes etc and being them to school. Whether I should packing up house or just dont care and continue reading. Whether I should go shopping or buy fast food to save my time...
I might be a bad mum, but I feel today I was succesful to have a very good boys!

I have to finish this... coz Elkana is coming with my ordered food!: toast with strawberry jam and butter; cold bubur kacang hijau with milk, and a bottled water... :)

Elka, Farhan, Amir, I love you guys...

Wednesday, September 20, 2006

A sweet letter from Elkana

Dear Elkana and Farhan,
I just want to let you know that
the letter below is the best findings of my whole research
in Indonesia this year.
love,
mum





































Jakarta, 20 September 2006
(Thanks Sajad for scanning the letter)

Thursday, July 27, 2006

I'm gonna miss ya!

It's always the same. It is so hard to traveling alone without my family. I am not talking about two or three days, but two to three months! This time I feel even harder because Elka and Farhan are grow up.

I delayed my departure date four times already. But the time is running out, and no more delay is possible! I have to go tonight.

Two months ago when I talked to Elka and Farhan about my fieldwork plan to Indonesia, they said "well, OK, you can go...". But two weeks ago they said "I want to go to Indonesia with you". This morning Elka said "Oh no..., can you stay one more day with us?". Farhan said sweetly, "can I go with you please?" Farhan even tried a little bit harder to make me stay. He warned me with stories about airplane crash and said that going by airplane is very very dangerous. Finally Farhan said, "OK, you can go, but you have to bring Turkish delights and skipping rope from Indonesia for me" :) Elka said OK and warned me to be very careful with earthquake and tsunami. Finally I went to the airport....

When we separate from our loves ones, we will more appreciate the time when we are together. I miss you guys.....!

Singapore, 27 July 2006

Sunday, July 16, 2006

Akung and Uti





Akung & Uti with us at Melbourne city January 2006












Akung & Uti @ Yarra River Jan 2006

My Family











Melbourne, Dec 2005 Melbourne Museum, 2005

Wednesday, June 21, 2006

Write Blogs and Play XBoxs

Video games are crazy. This industry 'teach' children to understand mostly the very bad of our world: violence and wars. Most of the games are full of violence, some of them from success movies such as starwars.

However, our struggle to avoid xbox -- one kind of video games-- from Elkana and Farhan, failed. Xboxs, play stations, and nintendos are anywhere in our neighbors' houses, in after school care centres, in holiday programs, in school children talks, in TVs, movies, and supermarkets.

Fuih, yes. We have one. But now, I have many good reasons to keep it. Among others are learning about disciplines, learning to read (the instructions), time values, money values, and the most important one is encouraging Elka and Farhan to write. "No eat no play" and "no write/read no play" have become their customs. Writing becomes so enjoying for them as they know the reward they will get: an hour playing xbox. Now they are enjoying to write in blogs too because they see their works on the internet. That's why this blog have few short stories of Elka and Farhan, and Ardhiya (Elka and Farhan's friend), who came to play xbox at home. Yes, the rule "no write no xbox" is for everyone including guests!

Xboxs and blogs make my life easier.

Tuesday, June 13, 2006

Super Mummy

Akhir-akhir ini kami suka menonton acara "Super Nanny" di televisi. Dalam acara ini, seorang nanny yang sangat cerdas diminta bantuannya untuk menolong sebuah keluarga yaitu 'merubah' perilaku anak nakal dan sulit diatur. Super Nanny tinggal bersama keluarga tersebut untuk menganalisa apa yang salah. Kemudian ia membuat aturan dimana orang tua dan anak harus melakukan hal-hal yang dimintanya dalam rangka perbaikan. Dalam satu-dua minggu keluarga bisa berubah menjadi harmonis dengan anak-anak yang baik.

Tayangan super nanny yang lalu, mengenai sebuah keluarga single parent, yaitu seorang ibu dengan tiga anak perempuan yang cantik berumur kira-kira enam, empat dan tiga tahun. Rumah keluarga ini bersebelahan dengan rumah kakek-neneknya yang senantiasa membantu si ibu muda ini menjaga anak-anaknya. Diperlihatkan banyak cuplikan perilaku ketiga anak tersebut: dari yang sekedar membuat ibunya sibuk, seperti menumpahkan makanan dengan sengaja dan melempar kursi termasuk ke tamu; membuat marah, seperti meludah ke ibu dan kakeknya; membuat malu, seperti berteriak-teriak dengan kata-kata kotor; sampai yang membahayakan, seperti lari ke jalan besar yang ramai. Tidak lupa juga diperlihatkan cuplikan bagaimana si ibu berteriak-teriak marah, mengucapkan kata-kata tidak pantas, berperilaku kasar ke anak-anaknya, dan selalu meminta bantuan sang kakek dan nenek.

Satu pesan yang jelas terlihat dari apa yang dilakukan super nanny adalah bahwa perilaku anak itu sebenarnya berasal dari orang tua mereka sendiri. Anak meniru apa yang mereka lihat dan dengar setiap hari, dan bagaimana mereka diperlakukan. Padahal sebenarnya anak-anak itu mencari perhatian ibunya yang mereka anggap tidak sayang kepada mereka.

Karenanya, treatment super nanny biasanya adalah, pertama, membuat komunikasi yang baik antar orang tua dan anak. Saling mendengarkan dan memberi feedback, dan orang tua harus selalu menjelaskan alasan atas tindakan yang dilakukannya. Lebih banyak meluangkan waktu untuk melakukan aktivitas bersama. Kedua membuat aturan yang jelas dengan reward and punishment-nya. Ketiga, merubah sikap orang tua itu sendiri yang menimbulkan kesan buruk dan ditiru oleh anaknya.

Waktu nonton, saya dan Amir sering tanya ke Elka dan Farhan pendapat mereka. Syukurnya mereka selalu bilang itu perilaku anak dan ibu yang tidak baik. Kadang kami saling mengingatkan siapa yang bandel akan ditaro di naughty corner seperti yang dilakukan super nanny. Jadi sekarang kalau mengingatkan Elka dan Farhan saya sering menggunakan gaya super nanny: memberi peringatan pertama dan menjelaskan kenapa misalnya tidak boleh teasing, memberi peringatan kedua dengan ancaman tidak akan dibelikan mainan. Dan, tidak perlu ancaman ketiga, super mummy berhasil...

Memang, super nanny bukan inspirasi pertama kami. Sebagian besar inspirasi memperlakukan Elka dan Farhan berasal dari mengamati tingkah laku para pendidik di sekolah dasar, TK dan childcare, berikut program mereka. Sebelum tahu acara super nanny, dinding ruang keluarga kami juga sudah dipenuhi dengan (1) hasil karya Elka dan Farhan, (2) beberapa perjanjian yang menyangkut game, beli mainan, dan hadiah coin untuk ditabung, dan (3) indikator stars (apresiasi atas good works) yang dilakukan oleh Elka, Farhan, mum and dad. Tentu saja, Elka dan Farhan-lah yang bintangnya paling banyak... :)

Asik juga nonton super nanny ini. Selain dapat hiburan, kami juga dapat banyak pelajaran yang sering kali mengingatkan perilaku masing-masing.

Monday, May 22, 2006

Paw paw?

Akhir-akhir ini Elkana dan Farhan lagi rajin masak dan bikin kue. Tentu saja mamanya harus juga berkecimpung untuk membantu hal-hal yang mereka tidak bisa lakukan. Saya benar-benar menikmati saat-saat itu, walaupun kerja keras harus dilakukan untuk membersihkan dapur yang berantakan seperti kapal pecah.

Minggu lalu Elka membawa pulang newsletter dari sekolah yang ada resep membuat Fruit Loaf. Setelah kami baca bersama resep itu, rupanya ada satu bahan yang kami tidak tahu, namanya paw-paw. Elka sama Farhan sampai tertawa terkekeh kekeh ketika mendengar dan mengucapkan 'pawpaw'. Sampai-sampai pawpaw menjadi jokes kami. Akhirnya ketika kami pergi berbelanja, kami hunting pawpaw. Elka sudah berani bertanya langsung ke staff supermarket namun hasilnya nihil karena menurutnya saat ini pawpaw tidak ada di pasaran karena tidak musim. Saya bertanya ke seorang ibu yang asik memilih buah kering. Dia menjelaskan bahwa pawpaw (dibaca pupu) itu bentuknya seperti buah melon. (Kami belum mudeng juga seperti apa sih pawpaw itu). Tapi sayang diantara buah kering yang ada di rak, pawpaw tidak ada. Jadi kami hampir pulang dengan kecewa. Rupanya si ibu orang australia yang kami tanya tadi tidak menyerah dan datang membawa sebungkus kecil pawpaw kering ke kami yang sudah di meja kasir. Wah, baik sekali itu orang... Pawpaw seharga $4 itu akhirnya kami bayar dan kami pulang.

Belum sampai di rumah, tidak sabar saya buka bungkusan pawpaw-nya. Bentuknya seperti buah kering lainnya, dipotong segi panjang dan berwarna merah. Saya coba cicipi, sedikit crunchy, dan rasanya manis. Hmm, enak juga saya bilang. Dan semua ikut mencicipi. Hanya saya bilang, sepertinya saya tahu dan pernah makan buah kering ini. Tapi dimana dan buah apa, saya tidak ingat. Setelah makan agak banyak, barulah saya ingat, bahwa ini adalah manisan pepaya! Jadi pawpaw itu PEPAYA! Kami semua tertawa terkekeh-kekeh termasuk Elka dan Farhan. Mereka masih ingat kalau kami punya banyak pohon pepaya di rumah Parung. Dan waktu kecil saya sering makan manisan pepaya itu karena sering sekali diberi oleh tetangga kami (masyarakat Betawi di Poncol, Ciputat) khususnya menjelang lebaran.

Akhirnya jadilah malam itu kami membuat fruit loaf yang kami isi dengan potongan pawpaw. Seru banget. Dari mencari bahan, masak, sampai makan kami lakukan bersama.

Setelah puas makan, saya heran kenapa penyebutan pepaya bisa menjadi pawpaw. Rupanya pawpaw itu diimpor dari thailand. Jadi wajar saya bahasa yang dipakai bukan 'pepaya' tapi pawpaw bahasa thailand (atau bahasa cina juga?). Saya cuma menyayangkan saja. Kok bukan pepaya dari Indonesia yang bejibun banyaknya itu yang dibawa ke Australia. Perasaan di Australia, imigrant dan pendatang Indonesia lebih banyak dibandingkan dengan imigran Thailand. Tapi makanan-makanan dan buah-buahan segar yang diimpor ke Australia itu lebih banyak dari Thailand. Kelihatannya, bukan saja dari sisi politik dan ekonomi masyarakat Indonesia di luar negeri kurang bisa 'vocal' dibandingkan imigrant lainnya. Sampai urusan makanan pun belum bisa mainstream, dibandingkan diantaranya dengan 'kebab', roti afghan, shushi, pasta, pizza, yang bisa diterima oleh lidah australian. Paling-paling hanya sate yang bisa di go international kan --itu pun kalau belum disabet oleh timur tengah dan malaysia... Duh jadi lapar nih... :)