Rupanya sulit sekali. Tidak semudah membaca teori tentang membagi waktu. Karena waktu itu abstrak. Dan sesuatu yang diberikan waktu itu juga relatif. Mungkin itu yang membuatnya sulit. Istilah yang sering dipakai adalah juggling between, works, study, and family. Seperti badut yang memainkan bola di udara, dan berupaya menjaga keseimbangan supaya bola-bola itu tertangani semua, tidak ada yang jatuh dan menjadi korban.
Kesadaran akan "juggling" di atas malah menambah kesulitan. Tarik-menarik justru lebih kuat karena ada kesadaran penuh tentang prioritas: mementingkan studi pribadi atau memprioritaskan pendidikan anak-anak, atau prioritas bekerja supaya dapat mendatangkan capital untuk memberi pendidikan yang lebih baik kepada anak. Sulit. Misalnya, ketika mood menulis sedang bagus dan ingin kerja di kampus sampai larut malam, tapi hati tak tega rasanya. Panggilan telepon dari anak-anak yang sesekali menyapa dan menanyakan kapan pulang, membuat pikiran sudah melayang ke rumah. Apalagi mengingat kalau pulang larut, anak-anak suka tidur di ruang tamu, karena menunggu ibunya pulang. Berat rasanya kalau sedang dikejar deadline pekerjaan atau studi, tapi pada saat yang sama harus mengajarkan ngaji atau berkomunikasi dengan anak-anak dan suami.
Bisa saja kita berdalih, ah biar sekali-kali kan tak apa. Sekali-kali biar suami yang njemput anak-anak, sekali-kali anak-anak dibiarkan bermain xbox sepanjang hari, dan sesekali anak-anak makan junkfood. Tapi justru ini yang berbahaya. Karena virus 'sekali-kali' ini kalau sudah masuk ke software kita, pasti akan merusak semua program. Dan kita tidak sadar kalau sebenarnya kita sudah jauh meninggalkan kesadaran akan juggling di atas.
Mungkin yang lebih merasakan kesulitan ini adalah ibu. Karena peran domestik ibu biasanya lebih dominan dibandingkan ayah apalagi dalam kultur patriarki yang kental. Enaknya hidup di Australia atau negara Barat lainnya adalah bias gender dan kultur patriarki tidak terlalu kuat. Tidak ada tetangga yang membicarakan jika yang menjemur pakaian adalah suami, bukan istri; tidak ada oang tua yang terganggu jika anak laki-lakinya masak untuk istri dan anak; tidak ada yang mencemooh jika suami menganggur atau penghasilannya lebih rendah dari istri. Mungkin saja di Indonesia sebenarnya cukup enak bagi perempuan karir karena banyak asisten yang bisa membantu sehingga waktu untuk keluarga dan kerja atau studi bisa maksimal. Ada nenek dan kakek yang bisa membantu menjaga cucu; ada babby sitter, ada pembantu rumah tangga, ada adik dan kakak yang bisa diminta tolong. Tapi tentu saja, nantinya akan timbal balik dimana waktu yang untuk anak-anak dan suami juga terkurangi oleh waktu untuk keluarga besar.
Kembali ke prioritas, apa pun prioritas yang dipilih itu pasti ada resikonya. Walau kita berupaya adil terhadap pekerjaan, studi dan keluarga, tentu tidak bisa adil sepenuhnya. Tetap saja tetap ada satu hal yang sering kita prioritaskan lebih dari yang lain. Ini seperti keadilan semu poligami, yang tentu saja tidak bisa sepenuhnya adil. Prioritas ini adalah pilihan, yang kadang kita tidak sadar ketika memilihnya atau meninggalkan prioritas yang lain. Kalau pilihan sadar sih tidak mengapa, karena nanti tidak perlu kaget dengan hasil dan resikonya, apalagi resiko yang negatif.
Jadi bagaimana sebaiknya membagi waktu? Satu hal yang sering kita dengar tentu kedisiplinan. Mungkin tepatnya disiplin yang berhati". Artinya, disiplin itu penting, tapi jangan terlalu ketat. Kalau terlaku ketat, terkadang menghilangkan substansi. Seperti waktu untuk belajar tidak perlu dipaksakan kalau pikiran sedang tidak ke studi tapi ke masalah anak. Mungkin terlihat agak aneh dengan "disiplin yang berhati" ini. Karena dalam kata lain berarti menjalankan disiplin yang tidak terlalu disiplin. hehe. Tapi ini hanya satu dari banyak cara untuk membagi waktu. Tiap orang pasti punya trik dan cara masing-masing dalam membagi waktu ini --kalau yang sadar. Kalau enggak, al-waqt ka al-saif. Waktu itu seperti mata pedang. Kalau kita tidak bisa mengendalikannya, kita akan tertebas oleh mata pedang itu.
Mungkin yang tepat itu bukan membagi waktu, tapi mengendalikan waktu...
Saturday, January 20, 2007
Membagi Waktu
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment