Tuesday, February 20, 2007

Legos and bionicles


















by Elkana


Hi my name is Elkana. I am going to talk about legos and bionicles. Legos are toys you can make things with it.It can be in a box and in the box you can make a big toy to play with. bionicles are good because it is hard and it is betar than leogs. It is my creation

Saturday, February 17, 2007

Kaus Kaki Bolong...?

Heran deh, sejak Elka dan Farhan masuk SD kaus kaki kaki mereka cepat sekali rusak. Lubang-lubang berwarna coklat menganga di bagian bawah jari kaki seperti habis dipakai berjalan tanpa sepatu di tanah lapangan keras. Tidak saja kaus kaki, bahkan sepatu mereka juga memperlihatkan tanda-tanda yang sama. Bolong! di bagian telapak kaki depan, atau di bagian atas jari kaki. Bolongnya seperti kanfas rem yang sering direm mendadak. Gak mau kalah, celana panjang mereka juga bolong di bagian lutut. Awalnya sih terlihat beset-beset seperti kena amplas. Lama-lama robek dan mengangga lebar seperti tertawa mesem. Jadi keluarnya uang dollar kertas berwarna merah ($20) dan kuning ($50) membengkak tiga kali lipat untuk beli kaus kaki, sepatu dan celana panjang.

Sewaktu Farhan masih di tk dan Elka grade one di SD, tiap hari sepatu dan kaus kaki mereka berwarna coklat dan berlumuran pasir. Di TK dan sekolah memang ada pasir yang sengaja ditaro untuk main. Saya sampai khawatir pasir-pasir itu habis akibat terbawa sama anak-anak setiap hari. Apalagi Farhan, celana sekolahnya juga ikut full pasir. Jadi tiap pagi saya mbalik dan ngoyang-ngoyangin sepatu farhan supaya pasirnya jatuh. Amir juga paling gak sebulan sekali masukin sepatu-sepatu bergambar spiderman dan kura-kura ninja itu ke mesin cuci kami yang dahsyat, bisa mencuci apa pun yang masuk dengan baik. Ketika keduanya di SD (Farhan di prep dan elka grade 1), kasus bolong ini semakin menjadi-jadi. Bahkan rupanya celana bolong ini diproduksi seimbang antara elka dan farhan. Tapi, kasus pencurian pasir yang masuk dalam sepatu sudah tidak ada lagi.

Keheranan saya terjawab sdikit-sedikit waktu saya sering ke sekolah. Bolong yang menimpa kaus kaki, sepatu, dan celana itu akibat pola bermain mereka. Dalam permainan apapun yang mereka lakukan, elka-farhan menjatuhkan diri atau jatuh di atas karpet yang nyaman dengan kaki dan lutut mereka sebagai rem. Nah rata-rata 3 jam setiap hari mereka melakukan aktivitas fisik di sekolah dan aftercare program. Pantas saja kaus kaki bahkan sepatunya bolong pada bagian depan. Sejak itu elka dan farhan jarang sekali pake celana pendek, soalnya daripada lutut mereka yang jadi rem, mendingan celana panjang mereka yang jadi tumbal.

Lucunya mereka lebih menyukai celana bolong itu daripada celana barunya. "Bolong? who cares?" kata mereka.

Wednesday, February 07, 2007

Australia Day




Australia Day dirayakan setiap tanggal 26 January. Pada perayaan Australia day tahun 2007 ini Elka dan Farhan bersama Rifki ikut pawai Australia Day di city.



Pawai dan perayaannya bertemakan Australian Unity, intinya sih seperti Bhineka Tunggal Ika aja, menyatukan semua elemen masyarakat yang berasal dari beragam bangsa dan berkarya di berbagai bidang untuk punya semangat kesatuan. Misalnya di bawah ini dari komunitas Kroasia dan dari grup atletik.



Tapi yang paling banyak mendapat sorotan adalah komunitas bangsa atau katakan saja etnis, misalnya dari Italia, Cina, India, dan termasuk Indonesia. Dari pawai ini kelihatan yang cukup berhasil dalam beradaptasi 'menjadi Australia' adalah komunitas Cina. Lha wong walikota Melbourne yang sekarang juga keturunan Cina kok. Yang terlihat serba salah adalah dari negara-negara Islam seperti Pakistan dan Libanon. Apalagi yang terakhir ini sering memperlihatkan potensi rasial vis a vis kulit putih. Cukup kontras melihat barisan perwakilan dari Pakistan yang hanya sekitar enam orang saja dan barisan Indonesia yang tepat dibelakangnya. Pakistan hanya diwakili oleh laki-laki, berjenggot, tanpa kemeriahan pakaian adat (malah kesannya sedikit menakutkan begitu, karena menggambarkan kelompok Islam radikal...). Sedangkan barisan Indonesia begitu colourful, meriah, imbang antara laki-laki dan perempuan (bahkan lebih banyak perempuan). Tapi harus diapresiasi kalau kelompok-kelompok 'ragu' seperti Pakistan itu ada keinginan untuk berpawai dalam 'Australia bersatu', karena kalau tidak mungkin bisa menjadi contoh kasus clash civilization antara Islam dan Barat.



Nah Elka, Farhan dan Rifki termasuk barisan depan. Trims untuk kak Ning (ketua grup seni) yang mengatur pawai dan Nana (mamanya Rifki) yang mengajak dan mengenalkan saya dengan kak Ning. Berkat mereka, Elka dan Farhan bisa ikut pawai.



Setelah pawai selesai, Elka, Farhan dan Rifki menikmati berbagai hiburan. Mereka bermain bola pukul (wah gak tahu namanya apa ya...), jumping castle, naik jembatan pramuka, komidi putar, dan golf. Terakhir ketika pulang kami berfoto deh di depan fotonya si 'c'mon!,' bukan si Cemon tapi Hewitt bintang tenis Australia. Australia Day juga bertepatan dengan even tenis internasional yaitu Australia open. Jadi Melbourne ramai dengan turis. Kota Melbourne ini memang kota turis, dan semua even itu dikelola baik sekali untuk menyenangkan dan mendatangkan turis serta membuat penduduk Melbourne senang...

Happy Australia Day...

Tuesday, February 06, 2007

Sovereign Hil: Mengalami Sejarah...

Tanggal 27 January, sehari setelah Australia Day, kami jalan-jalan ke Sovereign Hill, di Ballarat, Melbourne. Ini benar-benar wisata sejarah di mana pengunjung diajak untuk mengalami sejarah itu sediri. Diantaranya



memakan makanan seperti tahun 1850 di Ballarat (permennya kami makan sekeluarga baru habis dalam satu hari...),




bersekolah dan belajar menulis huruf latin dengan pena (sebenarnya banyak sekolah negeri dan madrasah di Indonesia dalam kondisi seperti ini atau jauh lebih sederhana dari sekolah tahun 1850 ini),




dijaga oleh prajurit bergenderang dengan pakaian yang fancy,







memakai pakaian ala cowboy dan cowgirl (sampai pakaian dalam dan aksesoris seperti jam dan anting, sesuai dengan tahun 1850 itu),





mendulang emas (pasir-pasir dan debu emas masih banyak di temukan di aliran sungan kecil itu lho...),





dan pesta gelembung air (bubles)!



Kota ini dibangun kembali untuk tujuan wisata. Dan setiap harinya dibantu oleh sekitar 250 orang volunteer yang berperan sebagai penduduk sovereign hill tempo doeloe: ada yang mendulang emas, membuat permen, membuat panci dan piring, naik kereta kuda, dst. Tempat wisata ini dikelola dengan sangat baik, kelihatannya semua aspek bisa dijadikan uang. Mereka juga tidak lupa untuk memberi entartainment untuk anak-anak diantaranya ya gelembung air itu. Dan yang paling berkesan adalah 'gold mine tour' di mana kami masuk ke bawah tanah untuk melihat penggalian emas tempo dulu. Jaman dulu perempuan gak boleh masuk, tabu dan bisa membawa sial katanya. Ih orang Melbourne dulu percaya tahayul juga... Tapi memang dunia penambang itu sangat keras dengan resiko kehilangan nyawa yang sangat tinggi. Dulu anak-anak dipakai sebagai buruh kasar yang seharinya mendapat upah setengah upah orang dewasa.


Duh padahal di Indonesia kita punya banyak potensi wisata sejarah. Seandainya bisa dikelola seperti ini, pasti luar biasa.

Gold Coast


Monday, February 05, 2007

from monday

by farhan
in Monday i went to School and it was lunch time. then i played with Fatima a little bit then wi line up in the lineing up area. then wi went up the stairs

Antara Pertemanan dan Kegiatan Anak-anak

Weekend kemarin saya agak kerepotan mengatur Elka dan Farhan karena teman-teman mereka. Bukan karena teman-temannya ini berumur 5-7 tahun lebih tua dari Elka (7) dan Farhan (6), tapi karena mereka keranjingan game (xbox, PS, computer games), dan cenderung tidak mau berbagi dalam permainan. Elka dan Farhan senang sekali dengan kehadiran teman-temannya ini sepanjang hari di rumah, tapi tidak berdaya jika mereka merasa dirugikan. Selain itu Elka-Farhan cenderung mendengar teman-temannya daripada mengikuti kegiatan keluarga. Kami jadi serba salah mengatur anak-anak dan kehilangan privasi di rumah sendiri.

Masalah privasi sudah bisa tertangani dengan memberikan aturan tegas tidak boleh masuk kamar. Anak-anak juga mengerti walaupun keberisikan mereka di ruang tamu tetap terdengar sampai kamar. Sebelumnya mereka tetap bermain di kamar walaupun saya atau Amir sedang bekerja atau istirahat di kamar yang sama. Ini memang karena kami terlalu terbuka. Jadi kebijakan mengenai privasi sudah ketok palu. Kemarin pun anak-anak beserta teman-temannya mau ketika saya minta untuk main di halaman atau di taman. Walaupun cuma 1 jam, lumayan lah bisa membuat mereka olah raga dan tidak menyentuh xbox.

Kami merasa serba salah mengatur Elka dan Farhan karena selama ini saya dan Amir berusaha keras untuk membatasi permainan game, entah itu di komputer maupun di xbox. Kalaupun kami bolehkan, keduanya dalam batas waktu yang rasional dan diarahkan untuk belajar membaca atau strategi menyelesaikan masalah. Sulitnya teman-teman besar Elka dan Farhan ini mereka yang hobi game. Jadi target utama datang ke rumah adalah komputer dan xbox. Tidak mungkin bagi kami untuk membuang komputer dan xbox dari kamus anak-anak hanya karena pengaruh teman-temannya. Toh Elka dan Farhan sudah bisa belajar mencari tahu sesuatu melalui internet termasuk menulis di blog. Selain pengaruh game mania, teman-teman mereka sering memonopoli permainan dan tidak mau berbagi. Saya sering terganggu karena tangisan dan komplain Elka dan Farhan ditujukan ke saya akibat tidak dapat giliran main. Sulitnya Elka dan Farhan terkadang kurang mendukung kalau saya bersikap tegas, karena mereka khawatir tidak mendapat teman. Sampai pernah saya terpaksa membiarkan seorang anak untuk main komputer di rumah sedangkan saya, Elka dan Farhan pergi bersepeda dan belanja!

Saya baru menghayati mengapa sebagian orang tua suka membatasi pergaulan anak-anaknya, dengan cara yang langsung atau tidak langsung. Mungkin cara tidak langsung lebih nyaman dan bisa tetap menjaga hubungan baik berteman. Caranya ya dengan memberikan anak berbagai macam kesibukan. Jadi sosialisasi dengan teman-teman yang kurang sejalan dengan kegiatan mereka, akan berkurang dengan sendirinya.

Untuk ke depan, saya akan mencoba kedisiplinan waktu dan ketegasan, tapi diimbangi dengan dua hal: pemberian poin bintang sebagai hadiah dan memberikan lebih banyak kegiatan ketika weekend. Mengenai disiplin dan ketegasan, pasti akan ada kesan mama cerewet, mengatur-atur terus, atau ini gak boleh itu gak boleh. Saya memang khawatir kesan itu muncul sehingga mereka tidak mau menganggap saya sebagai teman. Jadi saya imbangi dengan lebih generous memberi poin bintang. Dan tentu saja memberi kegiatan reguler buat anak-anak, seperti ngaji Iqra, berenang, main bulu tangkis, dan belanja. Bisa saja dalam beberapa kegiatan teman-teman mereka ikut serta. Tapi jelas kami yang leading, bukan anak-anak. Hmm coba ah saya diskusiin dengan Elka dan Farhan...

Setelah saya pikir, rupanya memang mau gak mau orang tua harus memberikan perhatian dan waktu untuk anak-anak, kalau mau anaknya menjadi sesuai dengan keinginan....

Sunday, February 04, 2007

about 50 stars

by elkana
Me and farhan and my mum made a promise we can get a toy or a game when we get 50 stars.
We can trade our stars cheap things and we could lose stars.If we want to get 50 stars we can do the dishes make the bed pack up toy serve food to mum and dad help people teach others.

Trading Stars

Two weeks ago Amir and I bought a quite expensive lego for Elka and Farhan. We could not avoid that because we promise that they could have presents they like if they get 50 stars. Each of them got 50 stars after collecting them around a month and a half from activities such as having shower, packing up rooms, no playing xbox, reading iqra books, and finishing their dinner or lunch.

Our effort to save money by preventing their wishes to buy toys all the time is fail. Because this way only accummulates their dreams to have toys. And this way could not eliminate their requests to have treats such as ice creams, fried chickens, burgers, and other junk food.

We have a new strategy namely trading stars. This time they can loose their stars and trade them with toys or junk food they like. One star equivalent to $1. I am happy that both Elka and Farhan agree with this new plan. They said its fair.

Yesterday both Elka and Farhan lose several stars they had for having fried chicken and pasta from their favourite restaurants. I hope this plan will run well.

Saturday, February 03, 2007

Happy and Messy


I keep myself from packing up my children toys all the time and from forbidding them to play and make a mess. Of course many times our living rooms and bed rooms are very messy. Parents may choose of being tidy at the same time keeping children happy. But its difficult. Parents may tend to the right or the left. Amir and I tend to be the left ones. We thought, being creative is difficult without messy. Fortunately when my children are in a good mood they pack up the mess themselves.
Another mess in our house is a wall that Amir and I dedicate for showing our children works. It looks messy isnt it? Thats OK for us. As long as Elka and Farhan are happy and they understand that we do appreciate their creative works.