Perasaan, tahun 2006 ini saya tidak banyak mendapat keberuntungan alias lagi sial. Mungkin bahasa positifnya ya belum beruntung. Cukup mengganggu juga. Sampai-sampai saya berpikiran tahun 2006 ini bukan tahun keberuntungan saya atau saya terkena kutukan karena kurang berdoa atau pernah ngomongin orang. (Hehe, pikiran orang Indonesia....). Itu penjelasan yang bersifat emosional supernatural! Selama ini kalau saya mendapat keberhasilan saya selalu berpikir alasan rasional dibalik keberhasilan itu, misalnya kerja keras. Nah kalau tidak berhasil, mulai deh mencari kambing hitam atau mencari jawaban yang supernatural itu ... :)
Tapi memang selama ini saya percaya betul dengan kebaikan dibalas dengan kebaikan dan begitu pula sebaliknya. Makanya saya selalu berusaha berbuat baik supaya menuai kebaikan. Dan juga percaya dengan the power of prayers. Ini juga akibat pengaruh Amir yang selalu bilang saya selalu beruntung dan banyak orang yang mendoakan. Entahlah saya belum bisa membuktikan secara ilmiah mengenai kekuatan doa ini tapi bisa saya rasakan sendiri. Hanya harus disadari bahwa tidak semua niat kebaikan itu dianggap baik oleh orang lain. Ada kebaikan yang harus dilakukan dengan kejam, ada yang harus dipaksakan, ada yang malah dianggap kejahatan. Apalagi kalau sudah masuk politik, kebaikan dan keburukan itu relativitasnya sangat tinggi dan bisa dibolak-balik tergantung konteks, zaman, dan power.
Kembali ke perasaan sial diatas, sebenarnya kalo diingat-ingat, tidak semua target saya gagal sih. Hanya karena ada target besar yang tidak tercapai atau target yang terlalu tinggi, jadi muncullah perasaa sial dan ketidakberuntungan ini. Begitulah cita-cita itu harus tetap tinggi seperti bintang di langit. Kalau pun gak bisa sampai ke bintang nun jauh disana, sampai planet Mars juga udah syukur.
Ya, bersyukur. Ini bukan sekedar mengikuti filasafat orang Jawa yang selalu bersyukur (mis. beruntung masih selamat dari kecelakaan, walaupun harus kehilangan mobil; beruntung dia meninggal sehingga tidak merasakan penderitaan yang berkepanjangan). Bersyukur itu menenangkan hati dan membuka rezeki. Tanpa bersyukur manusia jadi sombong dan tidak sadar diri. Saya jadi ingat syair lagu yang digubah oleh guru kesenian saya Ustadz Haris waktu saya kelas satu tsanawiyah. Lagu yang diambil dari terjemah Surat Al-Kautsar ini masih sering saya senandungkan, walaupun saya kurang sreg dengan baris terakhir (dalam konteks lagu lho, bukan memprotes ayat). Mungkin sebaiknya "sungguh orang pendengki, terputus dari kebajikan". (Hhihi, kayaknya kurang klop juga. Rupanya susah ya bikin lagu...). Anyway, ini syair lagu itu...
"Sungguh kami telah berikan, padamu nikmat teramat banyak
Sungguh kami telah kurniakan, limpahan rahmat teramat luas
Maka bersembah sujudlah, dan tunaikanlah berkurban
Sungguhlah musuh-musuhmu, terputus dari kebajikan.."
Cara yang mudah untuk bisa bersyukur, coba melihat "ke bawah". Memang kita perlu sering melihat "ke atas" supaya bersemangat untuk melakukan perubahan. Tapi perlu keseimbangan juga dong untuk melihat ke bawah. Baru deh kita sadar kalau nasib kita jauh lebih beruntung dari banyak masyarakat kita yang jauh dipedalaman tidak bisa sekolah apalagi mengakses internet, yang terkena busung lapar, yang terpaksa hidup di pengungsian. Nah baru deh kita sadar kalau kita itu masih diberi nikmat selain kesialan tadi. Oh iya, pentingnya melihat ke bawah itu juga supaya kalau jalan tidak tersandung dan supaya leher tidak panjang .. :)
Yang paling jelas blessing dari perasaan kesialan ini adalah.... saya jadi menulis di blog yang pernah dibikin setahun yang lalu! Padahal keinginan ngeblog sudah menguat sebulan terakhir. Tapi alhamdulillah ada perasaan kesialan... :)
Amel, Melbourne 18 May 2006
Thursday, May 18, 2006
Ketidakberuntungan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment