Membuang barang di pinggir jalan, mungkin bisa dianggap hal sepele. Tapi tidak yang ini. Di Victoria ada tradisi untuk membuang barang yang masih layak pakai. Sering kali di pinggir jalan ada tumpukan barang, seperti kulkas, kasur, sofa, alat masak, pemanas, kereta bayi, sepeda, baju, sampai komputer. Barang-barang ini dibuang oleh pemiliknya karena barang itu rusak atau karena tidak dibutuhkan lagi, entah karena pemiliknya pindah rumah, pulang kampung for good (seperti mahasiswa), atau karena barang-barang itu dianggap sudah ketinggalan zaman. Menariknya, si pembuang itu paham betul bahwa barang yang dibuang itu nanti bisa dimanfaatkan oleh orang lain. Jadi membuangnya pun terkadang begitu rapih. Misalnya kalau membuang TV dan alat elektronik, barang-barang itu dibungkus plastik atau ditaro dalam kardus supaya tidak kena air embun dan hujan, dan juga disertakan remote control dan buku panduannya.
Ini tradisi charity yang tanpa pamrih. Si pemberi tidak perlu perlu sanjungan dan ucapan terima kasih. Sedangkan si penerima tidak perlu sungkan. Charity ini juga terbuka untuk semua kalangan tidak terbatas pada agama, etnis dan bangsa, tapi tentunya diprioritaskan bagi yang rajin jalan-jalan... :) Soalnya kalau ada barang bagus ditaro dipinggir jalan, satu jam saja pasti barang itu sudah lenyap, alias ada yang mengambil. Charity ini juga tidak mengenal administrasi dan kolusi. Tidak hanya yang mengambil merasa beruntung, yang menyumbang pun senang karena tidak perlu pergi jauh-jauh untuk membuang barang.
Bagi kami mahasiswa, charity jalanan ini cukup membantu. Paling tidak, bisa mengurangi biaya pembelian barang. Apalagi kebanyakan mahasiswa itu mencari barang dengan hunting dari satu garage sale ke garage sale yang lain. Nah, kalau dapet barang gratis kan namanya untung banget. Kadang saya dan Amir terheran-heran mencoba mencari tahu kenapa barang yang masih bagus itu dibuang. Seperti dua minggu yang lalu kami mendapat CPU pentium 4 yang bagus, lengkap dengan CD RW-nya. Heran kan? Jadi Elka dan Farhan bisa bersenang hati karena mereka punya komputer sendiri. Bersepeda bersama pun tidak masalah, karena kami masing-masing punya sepeda dan punya helm, yang diantaranya didapat dari charity jalanan itu...
Pihak pemerintah daerah pun memfasilitasi pembuangan barang sekaligus charity jalanan ini. Tiap wilayah punya satu hari tertentu untuk membantu masyarakat membuang barang (dengan cara diletakkan di pinggir jalan) dan sekaligus membiarkan masyarakat untuk mengambil barang-barang itu. Pemerintah juga senang, karena barang yang harus diangkut ke tempat pembuangan jadi sedikit. Tadinya saya kira hanya student yang berminat dengan barang-barang itu, rupanya saya salah. Pedagang barang bekas mendapat banyak keuntungan dari menjual barang yang dia pungut dari pinggir jalan. Bahkan ada orang-orang tertentu yang kerjanya mengorek-ngorek tempat sampah untuk mencari barang bekas. Dan yang lebih ekstrim lagi, ada kelompok freegan yang mencari makanan dari tempat sampah supermarket! Kalau ini sih alasannya lebih ideologis, karena menolak membeli makanan karena bisa memberi keuntungan kepada kelompok kapitalis.
Jadi dari membuang barang di pinggir jalan itu bisa jadi mencakup beberapa kegiatan: charity, recycling, dan (make a) living.
Wednesday, May 24, 2006
"Charity Jalanan"
Labels:
Australia,
philanthropy
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment